Selompret Hidoep

Sunday, November 28, 2004

gereja st.matias

gereja st.matias-Cinere (1995) gereja st.matias-cinere (1970)


apakah anda penikmat arsitektur bangunan-bangunan? saya termasuk orang yang memiliki kebiasaan 'mengamat-amati' dan mencari-cari sudut-sudut artistik dari sebuah bangunan. Walaupun saya tidak memahami teori-teori arsitektur bangunan dari zaman ke zaman, tapi saya cukup 'enjoy' menikmati hasil karya seni bangunan yang saya lihat. salah satu bentuk bangunan yang sering saya jadikan 'obyek pengamatan' adalah bangunan gereja-gereja. salah satu keuntungan saya ikut beberapa kelompok koor, adalah saya berkesempatan bernyanyi di berbagai gereja (terutama di jakarta dsk). jika saya punya waktu cukup lama, sebelum menyanyi saya terbiasa untuk 'keliling-keliling' gereja...mengamati sudut-sudut gereja, tingkap atap lantai, lingkungan luarnya, altar dan bagian-bagian lainnya.
Pada hari sabtu yang lalu, saya (dan teman-teman koor magnificat) berkesempatan menyanyi pernikahan di gereja st.matias cinere. ini kali kedua saya berkunjung ke gereja tersebut. gereja ini terletak di kawasan pangkalan jati, cinere-jakarta selatan (termasuk di kawasan yang sangat jarang saya kunjungi). gereja ini sudah ada sejak tahun 1965-an, namun bangunan yang sekarang berdiri adalah bangunan baru yang diresmikan oleh uskup bogor 15 Januari 1995 lalu. bangunan ini berarsitektur bangunan modern (90-an), namun tetap mengakomodasi 'unsur-unsur wajib' dari arsitektur gereja pada umumnya.
ketertarikan saya pada gereja ini dimulai dengan bangunan 'tembok' yang mengitari bangunan gereja ini. tembok ini tidak hanya sekedar tembok polos biasa, namun tembok ini disusun dari batu-batu kali. tembok ini juga berfungsi sebagai penerang lorong dalam gereja. kurang lebih 12 lampu neon putih, 'ditanam' di dalam tembok ini, dengan selembar plat mika putih buram menutup lampunya. kalau lampu ini dinyalakan, cahaya lampu tidak akan terlihat menyilaukan, tapi berpendar redup mengeluarkan cahaya lembut putih, yang cukup menerangi lorong dalam gereja. saya melihat upaya arsitek gereja untuk menghadirkan tema bangunan tropis dengan adanya tembok ini.
'terang' dan berkesan 'luas' adalah dua kata yang tepat ketika kita memasuki ruang gereja ini. sekeliling gereja ini (tidak termasuk ruas depan, bagian altar) tidak dikelilingi oleh tembok polos saja, tetapi dikelilingi oleh pintu lipat. pintu lipat ini berbingkai kayu, dengan seni stained-glass / kaca hias. warna merah,hijau, biru dan kuning dengan corak mozaik menghiasi 1/10 bagian atas dan bawah pintu lipat gereja. di bagian tengah, sengaja tidak diberikan efek warna, karena sesuai dengan 'ide' arsitek agar umat di dalam gereja bisa memandang ke luar. *uups..! saya baru mengerti..., ternyata tembok batu di luar dengan lampu redup dibuat agar umat di dalam gereja tidak terlalu 'bebas' melihat ke luar (karena tentu akan mengganggu ibadah juga bila mata kita terlalu bebas bisa memandang ke luar dari sudut manapun). jadi, bila kita berada di dalam gereja dan memandang ke luar, kita bisa melihat tembok batu di luar dengan lampu-lampu putih redup berderet. untunglah jarak antara 'tembok' dan pintu lipat di seputar gereja cukup luas, sehingga fungsi seni kaca gelas tidak percuma dan umat di dalam tidak terkesan seperti 'dipenjara' pandangannya. lorong di sekeliling gereja memiliki bentuk yang mendukung tema tropis yang ada. setidaknya lantai berwarna coklat bertekstur kasar di bagian lorong sekeliling gereja menguatkan tema tropis.
langit-langit gereja terdiri dari plat-plat kayu coklat muda yang disusun vertikal menuju satu titik atap gereja di bagian ujung. plat-plat kayu disusun sedikit bertumpuk sehingga membentuk tekstur garis-garis yang unik dan mengandung unsur seni. lantai bagian dalam gereja terbuat dari keramik 80 x 80 cm dengan warna coklat muda dan mocca untuk aksen kuatnya. warna lantai ini juga menjadi warna lantai altar. tiga undak-undakan menuju altar berwarna coklat tua, dan di bagian altar sendiri berwarna coklat muda. latar belakang altar juga dihiasi oleh hiasan stained-glass dengan bentuk 5 buah jendela. jendela hias di bagian tengah bercorak corak cahaya roh kudus yang turun dari atas menuju ke bawah sayangnya...keindahan stained-glass di altar sedikit terganggu dengan digantungkannya salib besar dari kayu tepat menumpuk di tengah stained-glass.
seperti pada gereja-gereja lain pada umumnya, ke-14 peristiwa jalan salib juga berada di sisi kiri dan kanan gereja. tapi sayang, keindahan gambar peristiwa jalan salib sedikit terganggu dengan adanya alat pendingin udara yang sedikit merusak tema. mungkin kita bisa memaklumi, karena pada saat gereja ini dibangun, tentunya belum memikirkan akan dipasangnya alat pendingin udara di dalam gereja.
gereja ini memiliki bangku umat yang secara 'ergonomi' kurang baik. ini terbukti ketika saya dan teman2 saya berlutut atau berdiri di ujung bangku, bangku panjang tersebut bergoyang dan hampir jatuh..!! *duh..bahaya ya..!!, jadi harus hati-hati bila hendak berlutut agar 'keseimbangan' kursi tetap terjaga. ;))
bangunan gereja ini sesungguhnya berlantai dua. bila kita berada di gedung gereja, kita sesungguhnya berada di lantai 2 bangunan. lantai satu berada di bawah ruang gereja dengan posisi tidak terlihat dari luar (basement). lantai 1 digunakan untuk toilet, ruang rapat, dan ruang aula paroki. maka dari itu, dari luar, bangunan gereja terlihat agak tinggi, karena di bawah gereja itu sendiri masih ada ruangan aktifitas umat.
bagi saya,sisi gereja yang paling menarik adalah di bagian tembok luar yang bersusun batu alam dan lampu putih buram. sayang...,ide tembok tropis simple moderen tidak dilanjutkan dengan ide yang sama dalam desain bagian dalam gereja. uhm..seandainya tema tropik ini bisa konsisten diwujudkan, tentunya bangunan gereja st.matias akan menjadi bangunan gereja yang unik.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home